Jumat, 13 Agustus 2010

Solid, Olrait, Sombong KKNM Kertasari 2010 (Part 1)

Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa mewajibkan setiap orang yang menganggap diri mereka mahasiswa untuk tinggal di suatu wilayah (biasanya wilayah terpencil) selama waktu yang telah ditentukan oleh para petinggi kampus. Di dalam catatan pribadi ini, saya akan menceritakan pengalaman tersebut berdasarkan sudut pandang saya sebagai seseorang yang menulis catatan berdasarkan pengalaman yang tentu saja saya alami sendiri.

Ketika petinggi kampus mengumumkan bahwa KKNM Integratif gelombang II periode 2010/2011, saya masih bersantai dan tidak terlalu menganggap serius hal itu. Pikiran saya sepenuhnya masih terpusat kepada tugas-tugas akhir semester 6 yang dengan sangat baik hati diberikan oleh para pengajar di kampus menjelang akhir pembelajaran. Saya pun kurang antusias mengikuti kegiatan KKNM dikarenakan 70% mahasiswa satu angkatan dan satu jurusan dengan saya sudah mengikuti KKNM pada gelombang I, hanya tersisa 7 orang di kelas yang belum berpartisipasi; dan 3 dari 7 orang tersebut tidak akan mengikuti KKNM gelombang II. Mungkin kelas lain masih bersisa banyak, namun suasana kebersamaannya akan berbeda (apabila dibandingkan bersama-sama dengan teman sekelas) walau sedekat apapun kami di kampus. Setelah semua dirasa beres, saya mulai sedikit peduli akan kelangsungan eksistensi saya sebagai mahasiswa, selain urusan akademik, mau tidak mau saya pun harus melirik urusan lainnya yang masih berhubungan dengan kampus, KKNM. Kebetulan saya sedang berada di rumah ketika akan mendaftarkan diri. Tersiar kabar bahwa desa tempat saya lahir pun dipilih petinggi kampus menjadi salah satu lokasi KKNM, (entah apakah saya harus bangga atau prihatin). Ketika saya berkonsultasi kepada kedua orangtua, mereka menyarankan saya untuk mengikuti kegiatan KKNM di Pameungpeuk, desa tempat saya lahir. Selain mudah untuk mengontrol perkembangan anaknya, mereka juga berpikir mengenai efisiensi dan fleksibilitas saya yang sudah hampir sepenuhnya mengetahui daerah Pameungpeuk. Keputusan saya sudah bulat untuk memilih daerah Pameungpeuk sebagai tempat KKNM. Sayangnya, ketika saya sudah mulai melihat-lihat laman kampus dan mencoba untuk mendaftar, saya tidak dapat menemukan desa Pameungpeuk di dalam pilihan. Pikiran mulai sedikit kalut, sekarang sepenuhnya saya pasrah. Saya mulai mencari alternatif pilihan yang memiliki efisiensi dan fleksibilitas mendekati keefisienan desa Pameungpeuk.

Daerah Cipatujah pada saat itu menjadi pusat perhatian saya. Beberapa tahun terakhir, untungnya pemerintah telah membuat proyek Jalur Lintas Selatan yang membuat Pameungpeuk bisa terhubung lebih mudah dengan daerah Tasikmalaya dan sekitarnya, termasuk Cipatujah. Tidak seperti dulu yang membutuhkan waktu sangat lama untuk pergi ke daerah Tasikmalaya, sekarang warga Pameungpeuk bisa lebih cepat sampai di daerah tujuan mereka di wilayah Tasikmalaya. Salah satu bukti efisiensi, kan? Hanya tersisa dua desa di kecamatan Cipatujah, Kertasari dan Padawaras. Dengan bermodalkan pasrah karena saya sama sekali tidak mengenal kedua desa tersebut, saya mengucapkan asma tuhan, menutup mata dan mulai memilih secara acak kedua desa tersebut. Beberapa detik kemudian, terpilihlah desa Kertasari sebagai tujuan kegiatan KKNM saya. Selepas itu, laman kampus memperlihatkan para anggota mahasiswa yang sama-sama memilih desa Kertasari sebagai tujuan mereka. Saya bersyukur, ketika melihat salah satu anggota KKNM desa Kertasari merupakan teman dekat saya, dia adalah Bunga. Saya tidak terlalu sendirian. Dari daftar tersebut, saya baru menyadari bahwa saya adalah anggota terakhir yang bergabung bersama mereka. Penasaran akan rupa mereka masing-masing, saya coba memeriksa mereka satu persatu menggunakan mesin pencari di jejaring sosial Facebook. Sedikit tidak puas, saya coba melihat identitas mereka di laman kampus dengan bermodalkan nomor mahasiswa mereka sebagai kata kunci untuk masuk ke masing-masing laman. Setelah melihat beberapa wajah baru yang saya dapatkan secara curang, beberapa doa saya panjatkan demi kelangsungan hidup selama satu bulan bersama orang-orang asing dan di tempat yang asing pula.

Beberapa hari setelah pendaftaran yang saya lakukan, saya mendapatkan pesan singkat berupa jarkom dari nomor yang tidak dikenal. Dia memperkenalkan diri sebagai salah satu anggota KKNM di desa Kertasari bernama Sahat. Sahat merencanakan untuk membuat acara kumpul bersama para anggota KKNM desa Kertasari. Singkat cerita, akhirnya kita memutuskan untuk mengadakan kumpul pertama di sebuah café yang mempunyai nama di wilayah Jatinangor, Che.Co.
Perasaan yang ada dalam diri saya sedikit banyak tidak karuan. Saya merasa takut, senang dan masih banyak perasaan lain, saya tidak tahu apa. Mungkin itu adalah perasaan yang wajar dirasakan setiap orang apabila akan bertemu pertama kali dengan orang yang tidak pernah kita kenal sebelumnya. Saya sudah bersiap-siap 5 jam sebelum perkumpulan, terlalu berlebihan tapi itulah adanya. Kemudian saya menghubungi Bunga –satu-satunya orang yang saya kenal diantara ke 18 orang lainnya- untuk mengajaknya pergi bersama ke Che.Co agar saya tidak terlalu sendiri menghadapi orang-orang baru tersebut. Tetapi dikarenakan beberapa kendala, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu di tempat pertemuan.

Di Che.co, tepatnya di luar Che.Co saya menunggu Bunga cukup lama. Bosan dan penasaran melihat banyak orang keluar masuk café tersebut, saya mengambil keputusan untuk masuk sendirian. Saya hubungi Sahat untuk memastikan tempat duduk yang sudah dipesankan. Untuk pertama kalinya, saya melihat sosok Sahat. Dialah anggota KKNM Kertasari ynag pertama saya lihat di kumpulan tersebut. Selanjutnya saya melihat sudah cukup banyak orang disana. Orang pertama yang mengajak saya berkenalan adalah Moh. Hafidz yang memperkenalkan namanya sebagai Nemo. Kemudian saya pun berkenalan dengan Nadya, Asni, Hellen, Ira, dan Nisa. Bunga baru tiba bersama Cucu beberapa menit setelah saya duduk dan mulai mengakrabkan diri, disusul oleh kedatangan Badi dan Opik. Mereka duduk dekat dengan saya, dan saya pun berkenalan pula dengan mereka. Sisa anggota lainnya duduk cukup jauh, saya kenal secara sepintas ketika Sahat memimpin semua untuk memperkenalkan diri satu persatu. Suasana kumpul pertama kami tidak terlalu kaku. Untungnya dua orang anggota yang sefakultas dengan saya yaitu Badi dan Opik dapat menjadi pemecah es yang baik. Mereka dapat membuat suasana menjadi sedikit lebih santai dan nyaman. Dari kumpulan itu, kami langsung ke acara inti yaitu pemilihan Koordinator Desa yang selanjutnya disingkat Kordes. Calon kordes yang menjadi pilihan kami adalah Sahat. Namun sahat bilang bahwa dia hanya jadi penghubung. Yang mengusulkan kumpul perdana ini adalah Cucu. Perbincangan jadi sedikit alot, hingga pada akhirnya terungkaplah siapa yang menjadi penggagas awal terjadinya jarkom dan kumpulan, orang tersebut adalah Ryan. Dia yang dihubungi oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan dari sana, kami sepakat bahwa kordes kami adalah Ryan Harlan.

Kami pun membuka obrolan-obrolan selanjutnya yaitu rencana survey tempat KKN, teknis pemberangkatan, iuran anggota, dsb. Setelah cukup banyak berbincang, setelah habis semua minuman, kami memutuskan untuk mengakhiri kumpulan. Ketika hendak membayar, ada kejutan kecil yang kami terima. Asni membayar seluruh makanan yang kami pesan! Kami tidak menyangka mendapatkan berkah di kumpulan pertama, ketika kami ingin mengucapkan terimakasih, Asni sudah pergi tanpa pamit. Sungguh baik sekali, sekaligus misterius. 

Beberapa hari setelah kumpul perdana, saya mendapat jarkom mengenai keputusan survey. Kami melakukan survey bersama DPL dan survey tersebut akan dilakukan bersama dengan anggota KKNM di desa Padawaras karena kedua desa tersebut dipegang oleh DPL yang sama. Hanya empat orang dari kelompok kami yang akan pergi survey, yaitu Badi sebagai pengemudi, Cucu, Sahat dan Nemo, di tambah Pak Cucu sebagai bapak DPL, dan sisanya adalah dari kelompok KKNM Padawaras. Mereka pun memutuskan untuk memungut iuran sebesar Rp.30.000/kepala yang harus dikumpulkan ke Badi. Setelah membaca jarkom tersebut, saya langsung menghubungi Badi untuk merencanakan transaksi. Saya dan Badi sepakat untuk bertemu di gerbang Unpad. Kebetulan hari pertemuan adalah hari Jumat, kami memutuskan bertemu setelah Badi shalat jumat dan sebelum saya melaksanakan UAS Grammar. Saya pergi bersama Beaper ke tempat yang telah ditentukan. Sedikit salah paham mengenai lokasi pertemuan membuat saya dan Badi seperti bermain Hide and Seek, dan karena takut terlambat mengikuti UAS, saya dan Beaper pergi ke kampus lewat jalur gerbang belakang. Saya berhenti di gerbang lama dan finally saya dan Badi bisa bertemu dan melakukan transaksi.

Cerita berlanjut ketika suatu waktu saya mendapatkan Jarkom tentang pembekalan KKNM di Fakultas Peternakan. Pembekalan diselenggarakan oleh petinggi kampus sebagai modal awal bagi para mahasiswa tentang apa yang akan dan harus mereka lakukan di tempat KKNM nantinya. Mereka (petinggi kampus) pun memberikan semacam materi yang harus kami pelajari karena dalam pembekalan nanti akan ada tiga ujian yang mana jawabannya terdapat pada materi tersebut. Saya tidak tertarik sama sekali untuk melirik lembaran kata-kata klise membosankan yang entah untuk apa mereka membuat bahan tersebut. Mungkin mereka masih khawatir dan belum ingin mahasiswanya memiliki sifat mandiri. Kembali ke topik awal, pembekalan ini secara tidak langsung adalah pertemuan kedua saya bersama teman-teman KKNM Kertasari. Dan perasaan aneh itu datang lagi. Faktor lain yang mungkin menyebabkan perasaan itu timbul adalah karena saya adalah satu-satunya perwakilan dari Sastra Inggris. Sendirian, tidak ada teman sejurusan. Untungnya saya dan Winnie mendapatkan DPL yang sama. Winnie –teman kostan saya- mendapat tempat KKNM di Padawaras, jadi kami bisa pergi bersama ke Fakultas Peternakan, saya merasa lebih tenang. Setibanya disana dan berkumpul dengan kelompok, saya masih merasakan ada kesenjangan. Mereka masih berkumpul perfakultas. Saya semakin sendiri karena Winnie sudah pergi berkumpul dengan kelompoknya. Saya terus mencoba untuk bergabung dengan siapa saja yang mengajak. Cupu memang, tapi apa salahnya?
Selama pembekalan, saya terhibur oleh tingkah laku kelompok saya. Sebagai informasi, dalam satu kelas, terdapat dua kelompok KKNM. Dari kedua kelompok tersebut, sangat kentara terlihat bahwa kekompakan kelompok kami sudah mulai tumbuh. Mungkin hanya Asni saja yang belum bergabung dengan kami di kelas itu. Asni masih duduk bersama teman-teman serumpunnya di barisan yang berbeda. Ketiga pemateri memberikan bahan dan materi, kemudian ujian, materi, mengantuk, ujian, istirahat, materi, tidur, ujian dan selesai.

Pembekalan KKNM selesai dengan hasil yang cukup memuaskan. Kami berkumpul kembali dan mengadakan (bisa dibilang) rapat. Dalam kumpulan tersebut Ryan sebagai kordes mulai melaksanakan tugasnya. Ryan membuat struktur kepemimpinan secara resmi di hari itu. Mei terpilih sebagai sekretaris, saya menjadi bendahara, Cucu sebagai koordinator acara, Opik sebagai koordinator logistik, Sahat sebagai Humas Internal, Nadya sebagai Humas eksternal, Nemo sebagai Koordinator Konsumsi, dan Hellen sebagai Koordinator publikasi dan dokumentasi. Kesebelas anggota lainnya memiliki tugas yang lebih berat dari koordinator, yaitu membantu koordinator yang bersangkutan.
Selain pembekalan oleh Universitas, kami pun diharuskan datang ke pembekalan yang diberikan oleh DPL. Saya tidak akan menceritakan secara detail karena pembekalan tersebut hampir sama dengan pembekalan sebelumnya, hanya saja DPL lebih baik dari pemateri saat pembekalan Universitas, tidak memberikan ujian.

Selesai pembekalan oleh DPL, kelompok kami kumpul kembali dan membuat rencana-rencana mengenai apa yang harus kami bawa (dipimpin oleh logistik), berapa iuran yang harus dikeluarkan tiap kepala (dipimpin kordes), dan hal-hal terkait yang dipimpin oleh divisi lainnya. Mengenai iuran, kami sepakat untuk mengeluarkan biaya sebesar Rp.400.000/kepala yang dikumpulkan pada bendahara (saya sendiri). Masih ada beberapa hari tersisa sebelum keberangkatan. Saya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke Pameungpeuk. Kebetulan sudah hampir satu bulan saya tidak bertemu dengan rumah serta orangtua, sekaligus saya meminta ijin dan restu dari mereka (mamah, bapak, dan tentunya rumah). Selama tinggal di rumah, saya mendapat banyak pesan singkat dari teman-teman baru saya di KKNM nantinya. Kebanyakan dari mereka melaporkan bahwa uang iuran sudah mereka kirimkan ke rekening saya. Ada pula Opik yang memberitahu bahwa logistik akan mulai belanja barang-barang yang diperlukan selama disana. Kebetulan kas Bendahara sudah terisi oleh sisa uang survey, maka saya mengusahakan untuk memberikan uang tersebut dengan cara transfer. Disayangkan, beberapa waktu sebelum Opik menghubungi saya, daerah Pameungpeuk digoncang oleh gempa yang cukup terasa. Akibatnya saya tidak dapat mengirimkan uang tersebut ke Opik. Seperti kesan awal saya kepadanya, dia sangat ramah dan mencoba untuk menghilangkan kekakuan antar anggota KKNM Kertasari, pesan singkat yang diberikannya melenyapkan rasa bersalah karena tidak dapat mengirimkan uang sekaligus kesendirian saya sebagai satu-satunya Sastra Inggris di kelompok tersebut. Setidaknya masih ada dua teman di satu fakultas yang sama dengan saya, Opik dan Badi yang keduanya adalah mahasiswa Sastra Perancis.

H-1 saya sudah kembali ke Jatinangor. Besok saya akan berangkat ke Desa Kertasari bersama anggota lainnya. Sesampainya di jatinangor, saya dihubungi oleh teman karib saya di Sastra Inggris, Denny. Denny mengajak saya untuk mengawasi latihan panitia Pendamping Kelompok (PK) Pengenalan Fakultas Sastra (PFS) bersama para alumni PK lainnya. Ajakan itu sangat membuat saya tergoda, dengan semangat tinggi, saya dan Beaper pergi ke Kampus Biru tanpa memikirkan apa saja yang harus saya bawa sebagai bekal selama sebulan tinggal di Kertasari. Ya, saya belum packing. Tim SC (Steering Committee) PK melatih para calon PK. Saya menikmati kebersamaan bersama mereka. Kalau saja saya tidak mengikuti KKNM gelombang II ini, dipastikan saya akan menjadi SC tetap PK, tidak seperti sekarang yang hanya menjadi SC bayangan. Pukul 18.00 WIB Saya pamit kepada mereka di tengah latihan karena masih ada tanggung jawab yang menunggu saya di kostan, packing.

Peserta KKNM wajib berkumpul di kampus pukul enam pagi. Saya tidak dapat beristirahat walau sejenak meskipun semua barang sudah beres dimasukkan kedalam koper. Seperti biasa, perasaan itu timbul lagi, malah semakin kuat. Hingga pukul tiga, mata masih belum bisa terpejam. Berbagai doa dan ayat-ayat Quran saya ujarkan, dan akhirnya saya tertidur pulas selama 1 jam.
Pukul 4 saya bersiap-siap, mandi dan merapikan diri. Saya berangkat ke kampus dengan satu kantong plastik besar berisi makanan ringan, satu koper, dan satu ransel. saya berangkat bersama dengan Winnie dan Ulfa. Kami bertiga susah payah mencari bus dengan nomor yang sudah ditentukan berdasarkan desa tujuan. Saya dan Winnie mendapatkan bus yang sama, bus itu sayangnya diparkirkan di paling ujung jalan. Dengan perjuangan yang berarti, kami pun sampai di bus nomor 69 tujuan Padawaras dan kertasari.
Seperti kebiasaan lazimnya masyarakat Indonesia, dari rencana pemberangkatan (pukul 06.00 WIB), kami berangkat pukul 08.11 WIB.

To be continued. . .(Insya Allah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar