Jumat, 23 Desember 2011

IBU, KADU, DAN MANGU

Kemarin, tanggal 22 Desember 2011, adalah hari yang didedikasikan untuk para ibu di dunia. Pada hari ibu, hampir seluruh anak merayakannya dengan cara yang berbeda-beda dengan tujuan untuk membuat ibu mereka bahagia pada hari itu. Hanya sebagian saja yang menganggap hari ibu sama dengan hari-hari lainnya. Saya termasuk ke dalam kumpulan sebagian orang yang menganggap hari ibu biasa saja. Saya bukan tipe orang yang suka merayakan sesuatu, kecuali tentu saja saya masih merayakan hari raya islam (karena itu adalah tradisi). Lagi pula, untuk membahagiakan ibu atau orang lain, menurut saya, tidak perlu pada hari tertentu. Lebih baik apabila melakukannya setiap saat kita bisa, kan(?)

Pada hari Kamis di hari ibu, saya melakukan aktivitas seperti biasa. Bangun pukul 05.00 WIB, sholat, mandi, sarapan, dan bekerja di Toko sampai pukul 16.30 WIB. Yang sedikit berbeda adalah sepulang kerja saya dan adik pergi jalan-jalan sambil membeli kadu (Durian) dan mangu (Manggis). Ketika membeli buah-buahan ini, naluri sastra menyimpang saya tiba-tiba saja muncul. Naluri ini sering sekali menemani ketika saya masih kuliah, dan saya senang, setelah sekian lama tak bersua, dia datang mengunjungi benak saya lagi, walau sekejap.

Dalam benak saya (pada saat itu), sang naluri menganalogikan buah kadu dan mangu itu sebagai seorang ibu. Bagi saya, yang merupakan penggemar berat kedua buah-buahan tersebut, saya selalu menunggu datangnya musim kadu dan mangu. Seperti halnya saya selalu menunggu kedatangan ibu apabila ibu sedang bepergian. Selalu ada yang kurang ketika saya tidak bisa mengecap rasa kadu dan mangu, seperti halnya ketika saya tidak bisa mengecup ibu. Apabila saya membeli kadu dan menyimpannya di rumah, aroma khas buah tersebut memenuhi seluruh ruangan di rumah. Tidak ada seorang pun yang tidak bisa mencium aroma tersebut, kecuali orang yang sedang sakit flu atau yang mengalami gangguan indera penciuman. Sama seperti ibu. Kehadirannya di dalam rumah tidak pernah terabaikan. Ada aura khusus yang menyelimuti seluruh rumah yang dipancarkan oleh seorang ibu, sehingga kita merasa betah.

Terakhir adalah mengenai kulit luar dari kadu dan mangu, jenis kulit yang berduri dan keras. Seperti halnya seorang ibu. Bukan, bukan jenis kulit yang sama tentunya. Seorang ibu, khususnya ibu saya, memiliki sikap yang tegas ketika mendidik anak-anaknya. Ibu juga sangat tegar dan kuat sehingga beliau mampu mengurus rumah tangga dengan sangat baik. Ibu selalu memberikan dorongan positif untuk ayah sehingga ayah selalu semangat bekerja demi keluarganya. Ibu yang menggunakan tameng sempurna untuk menutupi kelembutan (atau lebih tepatnya kerapuhan) yang ada di dalam hatinya agar keluarganya tidak ikut merasa rapuh dan lemah.

Saya sangat menyukai kadu dan mangu, seperti halnya saya sangat mencintai mamah…ups!...ibu. Jadi, salah satu alasan saya tidak merayakan hari ibu adalah karena saya tidak memanggil orangtua perempuan saya ibu, melainkan mamah. hehehe