Selasa, 18 Agustus 2009

Poor me

I hate July and August. It is caused I had some bad memories on that months for two years. Actually, I can’t decide to judge July and August as my bad months, but It is truly soooooooo poor of me. I lost my cellphone on 26th July 2008 when I did some simulations for student orientation in my campus. Then, my father gave a new cellphone (that’s actually my brother’s cellphone) to me. Unfortunately, I just used it for a month because that cellphone has just broken. I did it, I made my second cellphone brake. And my father changed my cellphone left. He gave me N81. I enjoy with it. N81 is my exclusive and my first wifi cellphone.

Again and again, on 20th July 2009, I lost my lovely N81 cellphone. It happened when I went to Garut to visit my senior high school reunioun. I cried loudly and I was very shock to know that N81 wasn’t beside me anymore. My parents maybe was soo disappointed to me because I had lost my cellphone for the second time. They didn’t angry and say something except they suggested that I should be more patient, and careful. My mother gave her cellphone (nokia 6300). How stupid I am because that cellphone was broken by me. I just used it for two weeks. If I didn’t think about my lovely family, my education and myself, I would suicide in that time. But, I try to repair it in Nokia centre. 4 days left, the operator sent me a text that they can’t repair it. I was soo down deeply.

Finally I told it to my mother. She is the best mother in the world. She is never angry but she also tells me to keep myself safe.

And now, I buy my new nokia (1202) with my own money. The price is RP.280.000,- I should take care of it more than my previous cellphones.

The conclution of the story about my cellphone is…

Saya kurang mensyukuri dan menghargai apa yang diberikan oleh Allah dan kedua orangtua saya. I shouldn’t hate something because of my mistake. That’s it.

Senin, 10 Agustus 2009

CAP FOS TUMPAK UWA (Catatan Perjalanan FOS to Pameungpeuk sesi dua)

Pameungpeuk, 10 Agustus 2009

Saya akan mencoba menceritakan pengalaman 25 jam bersama teman-teman FOS (Segerombolan teman-teman SMA dimana saya menghabiskan 2,7 tahun bersekolah dan sekelas dengan mereka di IPA 5) di Pameungpeuk pada tanggal 8-9 Agustus 2009 kemarin. Di mulai dari jarkom yang saya terima dari Dinar pada akhir bulan juli lalu. Saya sedikit kaget karena isi jarkom tersebut membahas rencana keberangkatan anak FOS ke Pameungpeuk pada tanggal yang sudah disebutkan, namun mereka belum melakukan konfirmasi kepada saya sebagai orang yang seharusnya akan menjamu mereka disana. Dan rencana tersebut menimbulkan dilema yang teramat sangat mengganggu kegiatan saya di daerah perantauan. Bagaimana tidak, bulan Agustus yang saya pikir adalah bulan yang paling bebas untuk bersantai (karena saya sudah terlepas dari kewajiban melaksanakan satu pementasan mandiri GSSTF) dan tidak ada lagi kesibukkan yang membuat saya menjadi seorang perempuan pelupa, teledor, sering melamun, dan mengidap stres tingkat rendah sehingga saya kehilangan ponsel yang saya banggakan (untuk kedua kalinya), ternyata justru merupakan bulan yang padat akan kegiatan kampus dan mungkin akan membuat tingkat stres yang melanda saya semakin tinggi. Registrasi maba, pra osjur, heregistrasi, SAT, student day GSSTF, pementasan monolog GSSTF, pendaftaran maba GSSTF, dan pendaftaran saya sebagai anggota baru LISES J.

Sulit sekali mencari celah yang dapat saya gunakan untuk bisa bernapas dengan leluasa. Semua bagaikan kontrak yang sudah saya setujui dan sekarang harus saya jalani. Rentetan kegiatan yang sangat MENJEMUKAN, tetapi lebih mengasyikkan daripada duduk manis berdiam diri di rumah selama dua bulan lamanya hanya untuk berleha-leha. Kembali ke topik awal, kemudian saya menolak dengan halus ajakan dari Dinar mengenai jarkom yang sudah dia berikan. Tidak ada respon balik dari dia. Esoknya, ada pesan singkat yang datang dari Budpi di ponsel saya. Dia ingin memastikan acara FOS yang sudah saya tolak pada hari sebelumnya. Saya pun mem-forward sms yang saya berikan kepada Dinar. Ternyata Budpi tidak menyerah. Segala rayuan dia keluarkan agar saya bisa membatalkan keputusan pembatalan keberangkatan FOS ke Pameungpeuk. Saya memang sangat luluh oleh rayuan; oleh karena itu, saya memikirkan ulang keputusan yang telah saya buat. Saya minta waktu sehari ke Budpi untuk memikirkannya. Seperempat hari berlalu, saya sudah mendapatkan jarkom kedua dari Dinar yang isinya adalah bahwa FOS telah positif akan pergi ke Pameungpeuk pada tanggal 8-9. OLOHOK, itu ekspresi saya selama beberapa detik ketika membaca pesan singkat itu. Olohok saya semakin menjadi ketika melihat invitation di Facebook tentang FOS goes to Pameungpeuk session 2. Then saya pun HOKCAY sewaktu di tag di sebuah foto yang juga merupakan forum FOS. Di foto tersebut, ada Dinar yang sedang bergaya di salah satu pantai di Pameungpeuk. HOKCAY saya bukan berarti saya menyukai objek foto tersebut, melainkan saya merasa sangat kaget akan apa yang telah mereka (panitia FOS) perbuat tanpa seijin saya. SAYA BELUM MEMBERIKAN KEPUTUSAN, PALS !

Sudahlah, nasi sudah mengerak. Saya pun menyetujui acara tersebut, dan ternyata keputusan saya di dukung oleh kampus. Registrasi maba di undur menjadi tanggal 12 Agustus. Saya bisa berlibur untuk beberapa saat di rumah sembari menunggu kedatangan mereka. hari Jumat malam, saya mengirimkan wall kepada Dinar untuk memastikan berapa orang yang akan ikut. FYI, selama liburan di Pameungpeuk, saya tidak mengaktifkan ponsel. Hal itu saya lakukan karena saya sering mendapatkan pesan singkat dan telepon dari teman-teman kampus dan teman-teman di penjuru Indonesia yang saya kenal. Telepon jarang terangkat, pesan singkat selalu telat di balas karena saya jarang memegang ponsel kalau sudah berada di rumah. Daripada berdosa dan merasa bersalah, lebih baik saya tidak mengaktifkan ponsel saya untuk sementara. Kembali ke topik lagi, Dinar membalas wall saya. Dia menulis, “jumlah peserta yang fix ikut ada 11 orang, kenapa hpnya nonaktif? Ok.” Saya dan keluarga bersiap menjamu tamu di hari esoknya.

FOS akan berangkat pada pukul 8 pagi dari Garut, perkiraannya mereka akan sampai pukul 11 siang nanti. Saya dan mamah menyiapkan segala sesuatu untuk tamu saya dari subuh. Setelah makanan dan cemilan sudah dipersiapkan, saya menunggu mereka sambil menonton TV. Merasa ada yang tidak beres, pukul setengah 12 saya menghubungi Dinar lewat telepon rumah. Dia bilang, ini lagi di jalan, tadi ada kendala. Saya pikir, mereka sedang berada di daerah Cikajang atau di Cisompet, maka saya melanjutkan acara nontonnya. Ternyata pemirsa, rombongan baru tiba di rumah saya pada pukul 3 sore dengan jumlah peserta hanya 8 orang (Dinar, Budpi, Tyar, Novi, Sly, Adul, Adhit, dan Gravito). Wew, spektakuler sekali. Mereka baru berangkat dari Garut pada pukul 12 siang. Setelah istirahat Shalat dan ngobrol, kami makan di dapur dengan hidangan yang sudah tidak panas lagi. Tapi tetap dengan rasa yang maknyus menurut saya mah.

Petualangan kami dimulai pada pukul 5 sore. Tujuan pertama adalah pantai Santolo. Disana, para lelaki perkasa tidak mau kalah dengan Budi; mereka bermain bola. Sesi foto-foto dan berkejaran di atas ombak dengan siluet senja yang menghangatkan badan (kehangatannya tidak berpengaruh pada Vito, dia diam di mobil karena kedinginan dan merasa pusing) membuat semuanya cukup bergembira. Tadinya kami akan berada di pantai sampai tengah malam. Saya sudah menyiapkan tikar untuk kami duduk di tepi pantai. Namun, rencana berubah. Atas saran Adhit, kami memutuskan untuk pergi ke gunung Gedher (Adhit lebih tahu seluk beluk Pameungpeuk daripada saya. :D ). Saya pikir kami akan mendaki gunung di malam hari. Tetapi saya salah besar. gunung Gedher adalah lokasi dimana terdapat sebuah pantai yang tidak tampak wujudnya (karena kami sampai ketika matahari sudah enggan menemani perjalanan kami dan bulan masih bersembunyi). Kami menggelar tikar di pesisir pantai, Adhit dan Adul mencari ranting-ranting dan membuat api unggun untuk menerangi kebersamaan kami di malam yang sunyi (halah!). Di tempat itu, kami bermain truth or dare, bercerita tentang ketidaksolidan FOS, curhat, buka-bukaan mengenai cinlok di kelas, berbagi cerita asmara, bernyanyi, dan banyak lagi. Rombongan kembali ke rumah pada pukul 9 malam. Dilanjutkan dengan acara makan, ngobrol dan ngebanyol. Suasana rumah mulai sepi pada pukul setengah 2 pagi.

Saya terlambat bangun pada hari minggu itu, pukul 05.50. Ketika menengok ke lantai bawah, teman-teman pria sedang duduk berkumpul. Saya melihat ke kamar samping, tyar dan novi sudah dalam keadaan siap. Dan saya masih mengumpulkan kesadaran. Pukul setengah 7, kami memutuskan untuk kembali ke santolo dan berenang disana. Seru sekali, semuanya basah (terkecuali saya karena saya yang menyimpan barang-barang berharga mereka di tas barbie warna biru cerah. Disamping itu saya mengancam mereka “yang berani menyeret saya ke ombak atau yang mengotori baju saya, tidak akan saya kasih makan!” mereka pun tidak berani. hahahaha). setelah puas bermain di pantai, pukul 10 kami pulang ke rumah dan membersihkan diri untuk acara selanjutnya.

Tempat tujuan berikutnya adalah Joglo. Itu merupakan tempat peristirahatan keluarga saya. Sebenarnya Joglo adalah nama jalan dimana saung kecil keluarga kami terletak. Mungkin saung ini sangat cocok untuk dikunjungi sebelum mereka pulang kembali ke Garut dan menempuh 3 jam perjalanan di pegunungan yang monoton pemandangannya. Mereka bisa santai sejenak di saung, tiduran di ruang terbuka, memancing, atau memasak dengan Hawu. Saya berpikir demikian ketika menyiapkan rundown acara untuk FOS ini. Setelah sampai di Joglo, kami berkumpul di dapur, menyiapkan hidangan yang sebelumnya telah disediakan oleh mamah. Sebelumnya, saya sempat memperkenalkan salah satu jenis seafood yang bernama Matalembu kepada mereka. saya mempraktekkan cara menghadapi Matalembu, bagaimana dia bisa dikonsumsi dan bagaimana menghilangkan bahaya dari racun yang ditimbulkannya. Saya pikir mereka tidak akan menyukai jenis makanan ini, maka itu saya hanya membeli sedikit Matalembu di Sayang Heulang setelah pulang dari Santolo. Tetapi mereka merespon positif jenis makanan baru yang masuk ke dalam mulut mereka hingga Matalembunya ludes tak bersisa. selanjutnya, kami mulai membakar ikan tongkol di atas hawu. Ada beberapa kendala yang membuat kami (para lelaki khususnya) harus lebih berusaha keras. Namun, segala kesulitan mampu kami hadapi dan selesaikan dengan tuntas dengan hasil yang cukup memuaskan pada waktu-waktu berikutnya.

Akhirnya kami menyantap makanan setelah perjuangan yang tidak mudah di siang itu. Makan bersama teman-teman di saung terbuka dinaungi hawa sejuk pesawahan merupakan suasana yang pasti sangat menyenangkan dan akan kita rindukan di masa depan. Kami makan lahaaaaaaaaaaap sekali. Sebuah acara kejutan dadakan untuk Dinar terjadi di Joglo. Seperti yang kita ketahui, Dinar berulang tahun pada tanggal 5 Agustus 2009 kemarin. Oleh karena itu, sebagai soulmate, Budpi merencanakan kejutan kecil untuk Dinar. Tak ada perlawanan yang berarti dari korban pada saat itu. Dengan sedikit pasrah, Dinar diarak ke balong dangkal dan dia diceburkan. Setelahnya, terjadi insiden balas dendam dimana ada moment kejar-kejaran antara korban dan para tersangka. Ada tersangka yang sulit ditangkap, ada pula tersangka yang terperangkap. Tidak puas melihat kondisi Dinar yang masih sehat, kami merencanakan kejutan kedua ketika Dinar sedang membersihkan diri di kamar mandi. Namun kejutan itu digagalkan oleh adik bungsu saya. Adik saya berbisik kepada Dinar “a, kade engke bade dijeburkeun deui ku rerencanganna di balong itu.” Ketika saya interogasi adik atas kelakuannya, dia hanya bilang “da karunya atuh!” dan kejutan kedua pun gagal.

Setelah acara makan dan santai dirasa cukup, kami kembali ke rumah karena mereka harus membereskan barang-barang sebelum pulang ke Garut. Rencananya mereka akan pulang ba’da ashar. Sekitar pukul 4 sore itu, mereka berpamitan pulang kepada orangtua saya. Dan tugas saya selesai sudah. Namun, selang beberapa menit setelah saya membereskan kamar, saya menemukan dompet budpi di dalam tas barbie. Segera saya mencari nomor kontak yang bisa saya hubungi. Budpi, Tyar, Dinar, semua nomor tidak ada yang nyambung. Lalu saya mencoba menghubungi Adhit. Adhit bilang bahwa mereka sedang putar balik untuk mengambil dompet Budpi tersebut. Budpi datang, mengambil dompet, dan pulang.

Saatnya evaluasi dari diri saya pribadi terhadap acara ini. Pertama, saya memiliki beberapa kekecewaan terhadap acara yang telah berlangsung kemarin; diantaranya tidak adanya konfirmasi kepada tuan rumah sebelum menyebarkan jarkom. Saya sedikit kelabakan dan bingung ketika menerima undangan. Bukan apa-apa, sebagai tuan rumah, saya harus punya persiapan yang matang untuk menyambut tamu disana. Sedangkan saya sedang berada ditengah beberapa kegiatan yang sulit ditinggalkan di tempat perantauan. Kekecewaan kedua adalah jumlah peserta yang datang ke rumah saya sangat minim sekali. Dari 12 orang yang katanya akan fix ikut, merosot menjadi 8 orang. Saya tidak ingin membicarakan loyalitas dan kekompakan teman-teman FOS karena saya sudah merasakan kurangnya sikap tersebut ketika saya masih bersekolah di SMA dan sekelas dengan kalian. Saya juga pasti lebih memilih tidak ikut serta dan menyelesaikan segala kepentingan saya di daerah perantauan kalau saya bukan tuan rumah. Setiap orang memiliki kesibukan dan kepentingan, kan. Apalagi kita sudah menjadi mahasiswa yang berpikiran dewasa dengan segala permasalahan yang kompleks dan rumit. Saya yakin, teman-teman pasti lebih mengutamakan untuk membereskan segala urusan di kampus agar bisa cepat-cepat lulus daripada terus bersenang-senang dan bersantai. Pacaran dan liburan tidak begitu penting daripada kesuksesan yang mungkin kita miliki kelak. Ah, sudahlah. Lupakan kalau saya pernah menulis kata-kata menjijikan barusan.

Secara keseluruhan, saya menyukai acara FOS goes to Pameungpeuk session 2. Acaranya lebih beragam. Untung adhit bisa ikut berpartisipasi sehingga saya bisa mengetahui kalau ada pantai di daerah gunung Gedher. Terima kasih atas partisipasi kalian semua, pals. Kita bisa saling cerita, berbagi, terbuka, dan bernostalgia bersama. Jangan kapok untuk datang kembali ke kampung halaman saya. Sampai jumpa di kumpulan FOS berikutnya. Insya Allah. *Ting ;) .

Selasa, 04 Agustus 2009

The Shortest Love Story I have Ever Had

Ok then, I wanna try to write something in my blog using english. With a good grammar hopely.

In my previous note, I told that I had fallen in love with someone at my theatre organization. He is my senior there. He has nothing special actually. In the other word, he is an ordinary person. Maybe I used my untruth feeling and I became ‘melankolis’ when I saw him working for my staging. Running from one side into the others. He was handsome and gorgeous in my eyes for that time only.

That’s why I am always thinking all about his nice and bad attitude (when I was staying beside him at sekre) every night after the staging until now, so that’s not strange if I miss him badly.

Yesterday, I visited sekre, the first visited time after my staging on last Friday. He was in upstairs when I arrived there. Dag dig dug, I feel soo nervous listening his ‘ehem’ voice. FOOL GIRL !

Then I went to Mang Endin Meatball with Arie for lunch. After eating my last meatball, I decided to go to sekre anymore. My friends sent me some texts that I must help them for cleaning sekre. Then I couldn’t reject their wish because of him ofcourse.

He was using ‘color biru’ with black jacket when I saw him in sekre. I felt he was in a bad condition. Yes, he had a bad cold. He wanted me to ‘memijit’ him in upstairs. And I did it after finishing my work. For the ‘imbalan’, he gave me a chocolate. But I forgot to bring it. Damn !

At 19.00ish, I sent him a text and he didn’t reply it. I known that he doesn’t have some ‘pulsa(s)’. I hope he can reply my text via facebook, but he didn’t do that too. Then I saw his account for a while. I saw he wrote something on izka’s wall. I also read their wall-to-wall. Suck, I found something which made my heart broken AGAIN. He likes her. That’s the conclusion that I have after reading their conversations.

I never judge all man have the same character, they like a perfect-beautiful girl. It depends everyman itself. I have ever felt that I could be someone who everyman like if I were a thin girl, and I have tried to be like that. But now I kow that all are bullshit. I fell better for being myself. My fat-funny-body is my beautiful ‘aset’. My parents said, “don’t think anything about a boyfriend now, because you are soo special and you should have the special boy one. Just the special one who could see the special thing inside your body and your heart. That is not because you are a rich girl and it is not because you are our lovely daughter. It is caused by yourself.”

So, my special feeling for him has gone in the 3rd day.

I need some dictionaries in my PC and my mobile too. All I have, everything has gone. Somebody, help me L

Sabtu, 01 Agustus 2009

How Come?

How to start it? it's too complicated and I really don't know how to start it.
Sebenarnya, saya tidak ingin mengakhiri ini semua. saya sudah mulai terbiasa dan sudah mulai menyukai mereka.
semua bermula dari paksaan untuk berperan dengan topeng-topeng yang sudah disediakan. saya pun berusaha mengikuti alur yang ada (walau dengan sangat terpaksa). Rasa lelah, jenuh dan penat benar-benar membuat saya harus berusaha lebih keras lagi.
Segala macam usaha saya coba untuk dapat menghilangkan kepenatan yang ada. Salah satunya adalah dengan berperan menjadi seorang gadis periang yang penuh dengan obsesi untuk mendapatkan orang yang dia sukai. Beberapa orang lelaki telah ada di list saya. saya merasa jauh lebih baik ketika peran saya juga ternyata membuat orang2 yang ikut dalam kegiatan tersebut jadi dipenuhi oleh tawa dan semangat.
hingga menjelang waktu-waktu puncak, saya dekat dengan seseorang. Kami sangat bertolak belakang bila ditinjau dari sifat masing-masing. Tapi jujur, saya sangat enjoy jika sudah becanda bersama dia.
Oh Tuhaaaaaaan !

Selasa, 21 Juli 2009

I have lost my cellphone left

Dari hari Minggu (19/7), saya berada di Garut karena ada beberapa acara yang harus saya datangi. oleh karena itu, saya tinggal di rumah saudara untuk beberapa waktu.
Singkat cerita, sore hari, kami (saya, teh eka, de dewi) pergi berwisata kuliner sambil melihat acara helar Garut yang diadakan di alun2 Garut. Malamnya, saya tidur dengan keadaan yang sangaaaaaat kenyang.

Pada hari senin (20/7) pukul 10.00 WIB, saya pergi ke rumah Rahmatyar (iyay) bersama dengan teh eka. disana, anak2 FOS mengadakan acara kumpul bersama setelah sekian lama tidak bersua. Acara dimulai pada pukul 11.40 (tidak sesuai jadwal di Jarkom yaitu pukul 10.30). FOS yang hadir hanya berjumlah 14 orang. Ada Adhitia, Rahmatyar, Wina S Setiana, Adul, Gravito, Dinar, Budpi, Widi Sri, Ufhiet, Kristin, yuli, Teh Novi, rheza dan tentu saja saya sendiri. Tukar Kado merupakan acara pertama yang kami laksanakan. saya mendapat kado dari Adul berupa buku motivasi yang sangat bagus (makasih, adulasso ;) ). acara-acara selanjutnya pun terus berjalan dengan lancar. Shalat berjamaah, Makan, Nonton, wawancara* dan bakar jagung. That was awesome.

Selanjutnya, saya dan Wina berpamitan pulang kepada semua. kami berencana untuk pulang ke perantauan masing-masing. Wina ke ITB dan saya ke Unpad. Selama perjalanan, kami saling berbagi cerita mengenai kampus masing2. Terkadang tertidur sejenak, buka HP, ngobrol lagi, melamun.

Ketika itu, saya mendapat SMS dari seorang teman kampus; baca, balas, dan HP nya saya simpan lagi.

Sudah hampir sampai di tempat tujuan, saya pun berpamitan pada wina dan pindah ke belakang dan bersiap-siap untuk turun. selama 10 menit, saya berdiri di ambang pintu bis bersama dengan para penumpang yang tidak kebagian tempat duduk. Saya perhatikan sejenak sekeliling, ternyata kebanyakan yang berdiri adalah kaum adam. saya terjepit diantara mereka. Huuuuumfthhhhhhh.


Ok, akhirnya saya turun juga di daerah Rancaekek. Yang pertama saya lakukan adalah menjamah tas kecil, mencari ponsel untuk menghubungi mamah. Then, I didn't found my cellphone inside. PANIC MODE : ON. Saya berusaha meraba-raba ke semua bagian tas kecil dan tas besar, dan hasilnya nihil. Saya berusaha menenangkan diri dan memutuskan untuk pulang ke kostan. Poor me, saya kehabisan angkot!
Masih berusaha tenang, saya pun naik Ojeg dan berangkat ke daerah sayang. Di pinggir jalan, saya temukan wartel. Nomor pertama yang saya pijit adalah nomor telepon rumah. berkali-kali di coba, tidak ada jawaban. Kemudian, saya telepon rumah om chino dan meminta nomor ponsel mamah atau iyang. Di saat panik, saya diharuskan untuk mengingat nomor2 ponsel yang cukup rumit (pada saat itu).
Tangisan saya pun meledak ketika mendengar suara iyang di telepon. Oh god, cengeng sekali.
saya menitip pesan pada iyang untuk disampaikan ke mamah agar mamah segera menelepon ke kostan. saya juga menyuruh iyang untuk mencoba menghubungi ponsel saya. Siapa tahu orang yang membawa ponsel saya bersedia mengembalikan ponsel itu dengan imbalan yang tidak sedikit. Beberapa saat kemudian, Iyang bilang, 'teh, anu ngangkat hp teteh teh pameget. logat na mah logat jawa. teras langsung di tutup deui ku manehanana." FINE! I have known who he is. Dia adalah bapak2 yang berdiri ketika saya duduk, dan duduk ketika saya berdiri di dalam bis.

Alhasil, saya sedikit diberikan nasihat agar tidak terlalu teledor. dan mamah akan memberikan HP pengganti pada hari Sabtu ini (Insya Allah). Untuk sementara, saya pakai nomor esia (022-91536195). dan nomor IM3 yang kemarin akan saya gunakan lagi kalau sudah ada ponsel pengganti.

P.S : ketika sampai di kostan, sudah tidak ada siapa2. Dan saya merasa sangat merindukan rumah.
Pals, kesepian dalam jiwa yang gundah benar2 menyakitkan. ASLI!

Warisan Ibunda

Teh Wid! geulis manis anak mamah,
mamah mere pepeling ka salira supaya jadi anak anu bahagia dunia akherat. Dua perkara anu ku salira kedah di emut unggal waktu:

1. Hirup kudu pake aturan

a. Agama, salira agama islam, turunan islam, janten kedah berlandaskan (berpedoman) Al-Quran.
b. Dari Gama, hartosna pemerintah. janten salira tumut patuh kana aturan pemerintah.

2. Hirup kudu pake ukuran

Ukuran hartosna kamampuan. ngalaksanakeun padamelan. Conto:
a. Mun kakuatan ngakod urang mung 20 kg, ulah ngakod beban 50 kg, bakal mopo.
b. Mun pemasukkan urang sasasih mung 600.000, ulah jajan 800.000 sasasih. urang bakal gede hutang.

Teh Wid! geulis manis, pek jalankeun pepeling ti mamah. teh widi moal pendak jeung cobian anu akbar, malah bakal janten jalmi anu dikenal. jalmi anu bahagia dunia akherat. amiiiiiin.

N.B.: Teh Wid! mamah nyaah ka salira. pek geura lenjepkeun eta pepeling.
Hirup jeung kahirupan ulah lepas tina aturan jeung ukuran.
Teh Wid! mamah bangga ka salira margi dugi ka ayeuna salira kalebet jalmi anu soleh anu di dambakeun ku indung bapa jeung keluarga.
Ted wid sing tiasa ngajagana meh pendak jeung sawarga dunia katut sawarga akherat. Amiiiiiiiiin.



Mamah

Docile, Sang Koki Bisu (Karya kedua Widinupus)

Gadis itu tinggal di pelosok terdalam kota,
Sebagai seorang piatu kesepian ditinggal ibunda,
Docile nama panggilan sayangnya,
Perawakan mungil, ikal dengan dua delikan mata sempurna;
Tinggal di sebuah rumah dalam naungan keresahan,
Ayahnya seorang yang mabuk-mabukan,
Tegur sapa hanya sekedar ungkapan kehadiran,
Hari-harinya berlalu ditemani kesunyian,
Melihat, mendengar, tak bisa mengucapkan;
Paginya berkawan mentari,
Sendiri berjalan menuju tempat kesukaan,
Di hamparan taman hutan dia selalu berlari,
Menemui berbagai macam tanaman berbau unik dan wangi;
Tidak biasa, docile berjalan ke arah yang salah,
Melewati beberapa tempat yang belum pernah dilewati,
Sebuah pondok kecil mengeluarkan semacam aroma,
Gadis itu pun terpikat untuk datang menghampiri;
Perut yang belum terisi membuatnya semakin berani,
Mengintip kedalam pondok berpenghuni,
Sosok tambun, renta dan beruban menarik perhatian docile,
Nenek tua itu melakukan kegiatan yang nampak mengasyikkan,
Mengupas, memotong, mencampur serta menabur,
Memerhatikan kepulan asap wangi dari kuali,
Tak sadar akan kehadiran sesosok lelaki,
Dia menangkap docile layaknya seorang petugas yang meringkus pencuri,
Berperawakan gagah, tegap adalah dirinya,
Lelaki seumuran yang keheranan,
Tak mendapat jawaban apapun dari sang korban,
Nenek tua keluar pondok, merasa iba pada gadis manis itu;
Di dapur pondok, Docile duduk menunduk,
Lelaki seumuran pencari kayu, memperbaiki lemari bumbu yang lapuk,
Sajian beraroma sedap dihidangkan dihadapan Docile,
Nenek tua semakin iba, Gadis itu tak dapat berbicara,
Lelaki seumuran pun sama merasa iba,
Ketiganya menyantap hidangan hangat
dibumbui lelucon segar lelaki seumuran,
Keluarga baru untuk gadis bisu;
Hari-harinya perlahan berubah,
Variasi pelajaran sering dia terima dari taman-teman barunya,
Memetik, memancing, dan perlahan membuat isyarat pengganti kata,
Pelajaran memasak dari nenek sangat dia suka,
Isyarat Docile menceritakan kesusahannya di rumah,
Makan dengan makanan sisa yang di bawa ayah sepulang kerja,
Dingin, basi, hambar, terasa di mulutnya,
Sekali ‘makan besar’, berkali-kali kelaparan;
Docile gadis yang pandai memasak,
Meracik semua bahan dengan terampil,
Ayahnya segera mengetahui, mulai menjadi tamak,
Menjual berbagai racikan komposisi,
Memperkenalkan Docile sebagai koki ahli,
Hanya demi mendapatkan sebotol arak;
Lelaki seumuran berkeluh kesah disamping kuburan nenek tua,
Merindukan dan mulai mencintai gadis bisu itu,
Berharap mendengar suara langkah sepatu kayu,
Melamun dengan wajah tertegun lesu;
Docile berlari tak terkendali menuju pondok,
Tergopoh-gopoh seperti menghindari rampok,
Bertemu lelaki seumuran, hendak bertabrakan,
Gadis itu menangis tak tertahankan,
Tindak pemerkosaan oleh sang ayah, perlahan ia ceritakan;
Kekejaman, kebutaan hati, ketamakan, disebabkan oleh minuman,
Nafsu tidak terkendali, naluri tidak dapat dihindari,
Melahap segala yang tersedia di sekitarnya,
Docile, gadis bisu, sendiri kesepian, hanya pasrah menjadi korban,
Sesuai nama Docile, diam dan mudah dikendalikan,
Ayahnya memanfaatkan setiap kesempatan;
Tak kuasa menahan penderitaan dari ayah tak berotak,
Gadis bisu mulai berusaha berontak,
Dengan pisau sayur-mayurnya, Docile menerkam sang ayah,
Mencacah tanpa ampun daging segar berlumuran darah,
Mengolahnya menjadi masakan bercita rasa daging manusia,
Menjualnya murah kepada pelanggan setia;
Bangkai tidak dapat disembunyikan selamanya,
Lama kelamaan, bau busuk akan tercium juga,
Docile melarikan diri dari amukan massa,
Langkah kaki menuntunnya menuju pondok
Kediaman lelaki seumuran dan nenek tua;
Lelaki seumuran mengajaknya menuju tempat baru,
Membangun kehidupan tenang, jauh dari masa lalu,
Melupakan semua kenangan pahit dahulu;
Docile sangat menikmati kebersamaan bersama lelaki seumuran,
Membuka sebuah usaha tempat makan,
Menciptakan berbagai kreasi masakan;
Gadis bisu itu tak kunjung mendapatkan momongan,
Meski sudah sepuluh tahun usia pernikahan,
Kekecewaannya semakin bertambah oleh perselingkuhan,
Lelaki seumuran didapatinya sedang bermesraan
Bersama seorang pegawai tempat makan milik gadis bisu,
Kenangan pahit masa lalu mulai menaungi pikiran,
Docile mengambil pisau sayur-mayurnya dan sekuat tenaga menyerang,
Menerkam dua sosok makhluk tak berperasaan,
Cicangan daging yang sudah lama tak pernah Docile olah,
Tidak tertinggal pula segarnya kucuran darah,
Memadupadankan bumbu sesuai cita rasa,
Kemudian menjualnya murah kepada pelanggan setia;
Docile, sang koki bisu, tersenyum,
Memperhatikan mereka melahap daging manusia,
Kepuasan tak terperi dalam hati,
Menertawakan nasib yang sekarang dia caci;
Sirna segala harapan,
Musnah semua mimpi dan kebahagiaan,
Docile, sang koki bisu, tak bernyawa,
Tertancap pisau sayur-mayur di dadanya.

Ruang Tak Bertuhan (karya pertama widinupus)

Dalam satu ruangan luas yang tampak begitu lenggang dan tampak ramai ( sepi, sebetulnya ) oleh suara bising rintihan dan jeritan hati tiga orang insan manusia yang terlihat ( tidak, sebenarnya) dalam kusutnya raut muka mereka ( Iyakah?). Lakon pertama tampak begitu tak karuan. Terkadang menangis sedu-sedan, terkadang tak ayal melepas tawa yang menggelegar. Lakon kedua tampak sangat kontras dari lakon sebelumnya. Dia hanya berjalan. Terkadang berjalan bolak-balik, terkadang berjalan berputar-putar, sambil tak henti-hentinya berkata dengan suara parau, seperti hendak menangis. Lakon terakhir hanya duduk diam dengan bola mata yang terus-terusan mengamati kedua lakon lain. Menatap, sekali-kali menunduk, dan menatap mereka lagi. Begitu seterusnya.

Para lakon :

Lakon satu : Seorang perempuan mungil bernama Aldesta Pincrown.

Lakon dua : Seorang laki-laki paruh baya bernama Hendry Gottamna.

Lakon tiga : Seorang laki laki muda yang bernama Larendra Izaky.

Adegan Tunggal

Semua orang tampak sibuk dengan sesuatu yang mereka imajinasikan masing-masing. Tidak ada yang memerhatikan keadaan sekitarnya yang begitu lenggang dan dipenuhi debu jalanan yang dihasilkan oleh tingkah laku Hendry.

Hendry : Semua sia-sia, tak ada hasilnya. Semua hanya sampah yang tak berguna yang harusnya sudah kubuang jauh-jauh. Korek api! Ya, korek Api! Aku harus membakar semuanya. Aku harus musnahkan sampah itu. Sampah busuk! Kenapa tidak dari dulu. Sebongkah sampah bodoh tak berotak.

Aldesta : Sampah itu indah. Pintar-pintar kau saja bagaimana memeliharanya. Seperti serpihan kaca yang berkilauan, aku mengganggapnya sebagai berlian yang mewah. Haha(tertawa lepas). Au..! Tapi berlian itu membuatku sakit. Jariku tergores olehnya. Perih. (Mulai terisak). Dasar sampah tak berguna! Apakah kau tahu, seharusnya kau berterima kasih padaku, bodoh! Aku sudah memuja dan menyamakanmu dengan berlian. Kau tahu berapa harga berlian itu? Lima puluh juta! Lebih barangkali. Kau bisa hidup enak hanya karena sebutir berlian. Tapi kau malah menjualnya dengan harga yang sangat jauh lebih murah. Berapa? Seratus perak? Hah... Sesen pun akan kau jual dengan mudahnya. (Tersenyum sinis). Kau mungkin benar orang tua. Sampah itu tak berotak.

Hendry : Kau tahu, sayang? Aku sudah muak sebenarnya. Dari dulu, ya. Kebodohan yang sangat nista kalau aku tak segera sadar, betapa kau lebih buruk dari yang mereka sangka. Mereka mungkin tidak tahu dan tidak akan pernah tahu seberapa seringnya kau tidur dengan dengkuran yang sangat menggangguku. Tapi itu tidak mengapa bagiku. Aku terima. Tunggu dulu.. Kenapa sekarang aku justru merindukan dengkuran itu?

Aldesta : Sayang? (tertawa). Sayang? Seberapa sering kau mengatakan hal itu padaku? Aku muak! Kau tahu? Aku benar-benar muak!

Hendry : Tumpahkan saja! Kau selalu menumpahkan makanan yang harusnya kau sajikan untukku. Mana sopan santunmu? Lemah lembutlah sedikit. Tapi aku tak akan sekali pun memarahimu. Kau tahu hal itu. Bahkan mungkin aku akan terus membiarkanmu menumpahkan makananku. Aku sangat-sangat merindukan hal itu.

Aldesta : Aku terhanyut dalam samudra yang ternyata berair busuk. Kenapa aku baru menyadari semuanya? Kenapa aku baru mencium bau tersebut? Kau kemanakan semua inderaku? Di jual pula? Dengan harga berapa? Atau kau mungkin memberikan semua milikku dengan Cuma-Cuma? Persetan kau! Memang siapa dirimu? Berkacalah sekali-kali. Aku kasihan sekali padamu. Kaca saja kau tidak punya. Baiklah, aku akan membelikannya di toko samping rumahku. Kebetulan disana sedang obral besar. Bukankah kau suka dengan obral? Obral janji, obral rayuan, obral cinta, apa lagi? Obral kemaluan pula, hah?!! (Tertawa sinis)

Larendra tengah asyik memerhatikan kedua orang itu. Hingga beberapa waktu, dia menunduk dan mulai memainkan tanah merah yang sedari tadi terus menemaninya, duduk membisu. Setelahnya, dia bangkit dan terjatuh lagi.

Larendra : TUHAAAAN!!! (tertunduk)

Aldesta : Tuhan? Dimana dia? Apa wujudnya? Apakah dia bersedia membeli barang obral? Mungkin dia bisa memungut sebongkah sampah busuk untuk dijadikan pupuk di taman-Nya. Atau mungkin dia mau membeli pacahan kaca yang dapat dijadikan pernak-pernik bagi kekasih-Nya. Hey anak muda, aku akan memberikanmu satu rahasia. (Sambil berbisik kepada Larendra). Sebenarnya, serpihan itu adalah berlian. (Tertawa)

Hendry : Sejenak berhenti berjalan dan menghampiri Larendra. Tuhan? Tahu apa kau tentang dia? Kau mau tahu? Dia itu musuh besarku! (Mulai berjalan bolak-balik lagi sambil kalut)

Aldesta : Halah! Kau jangan jadikan tuhan sebagai penutup dosamu yang teramat besar. Tuhan itu tidak tahu apa-apa. Buktinya, dia diam saja melihatmu memecahkan kacaku, hmm..Berlian mungkin. Kebohongan besar kalau dia berada di pihakmu.. (Tersenyum) Tunggu sebentar, apakah tuhan ingin menghancurkan kacaku juga, sama sepertimu?

Larendra : Jangan sekali-kali merendahkannya. Mungkin, dia yang paling setia menunggumu. Setia memperbaiki kacamu yang pecah. Menunggu kau untuk berbaikkan dengan-Nya. Apa yang tuhan perbuat terhadap kalian? Hingga kalian mencercanya dengan sangat kejam? Apa yang kalian perbuat terhadap tuhan? Itu sangat tidak adil!(Menunduk lagi)

Aldesta : Adil? Adil? Kau berbicara keadilan? Aku berada di jeruji pengap yang telah dia buat. Aku bersabar. Hakku terus-terusan di rampas olehnya. Aku bersabar. Aku melayaninya dengan sabar, meski dia tak ayal berbuat kasar. Oh, berlianku...Apakah itu yang namanya keadilan? (Terisak, diam terpaku)

Hendry : Makan saja keadilan itu! Siapa tahu bisa mengganjal perutmu yang sedang bernyanyi meminta makan. Tak ada lagi makanan yang dia sediakan untukku. Sungguh tega. Aku tidak tahu, dimana letak keadilan yang aku terima. Aku sangat mencintainya. Sangat mencintainya, sangat mencintainya. (Terjatuh perlahan)

Perlahan Larendra mengangkat wajahnya. Berdiri, jatuh lagi, dan menggigil.

Larendra : IBUUU!!!

Fade Out.