Selasa, 21 Juli 2009

Docile, Sang Koki Bisu (Karya kedua Widinupus)

Gadis itu tinggal di pelosok terdalam kota,
Sebagai seorang piatu kesepian ditinggal ibunda,
Docile nama panggilan sayangnya,
Perawakan mungil, ikal dengan dua delikan mata sempurna;
Tinggal di sebuah rumah dalam naungan keresahan,
Ayahnya seorang yang mabuk-mabukan,
Tegur sapa hanya sekedar ungkapan kehadiran,
Hari-harinya berlalu ditemani kesunyian,
Melihat, mendengar, tak bisa mengucapkan;
Paginya berkawan mentari,
Sendiri berjalan menuju tempat kesukaan,
Di hamparan taman hutan dia selalu berlari,
Menemui berbagai macam tanaman berbau unik dan wangi;
Tidak biasa, docile berjalan ke arah yang salah,
Melewati beberapa tempat yang belum pernah dilewati,
Sebuah pondok kecil mengeluarkan semacam aroma,
Gadis itu pun terpikat untuk datang menghampiri;
Perut yang belum terisi membuatnya semakin berani,
Mengintip kedalam pondok berpenghuni,
Sosok tambun, renta dan beruban menarik perhatian docile,
Nenek tua itu melakukan kegiatan yang nampak mengasyikkan,
Mengupas, memotong, mencampur serta menabur,
Memerhatikan kepulan asap wangi dari kuali,
Tak sadar akan kehadiran sesosok lelaki,
Dia menangkap docile layaknya seorang petugas yang meringkus pencuri,
Berperawakan gagah, tegap adalah dirinya,
Lelaki seumuran yang keheranan,
Tak mendapat jawaban apapun dari sang korban,
Nenek tua keluar pondok, merasa iba pada gadis manis itu;
Di dapur pondok, Docile duduk menunduk,
Lelaki seumuran pencari kayu, memperbaiki lemari bumbu yang lapuk,
Sajian beraroma sedap dihidangkan dihadapan Docile,
Nenek tua semakin iba, Gadis itu tak dapat berbicara,
Lelaki seumuran pun sama merasa iba,
Ketiganya menyantap hidangan hangat
dibumbui lelucon segar lelaki seumuran,
Keluarga baru untuk gadis bisu;
Hari-harinya perlahan berubah,
Variasi pelajaran sering dia terima dari taman-teman barunya,
Memetik, memancing, dan perlahan membuat isyarat pengganti kata,
Pelajaran memasak dari nenek sangat dia suka,
Isyarat Docile menceritakan kesusahannya di rumah,
Makan dengan makanan sisa yang di bawa ayah sepulang kerja,
Dingin, basi, hambar, terasa di mulutnya,
Sekali ‘makan besar’, berkali-kali kelaparan;
Docile gadis yang pandai memasak,
Meracik semua bahan dengan terampil,
Ayahnya segera mengetahui, mulai menjadi tamak,
Menjual berbagai racikan komposisi,
Memperkenalkan Docile sebagai koki ahli,
Hanya demi mendapatkan sebotol arak;
Lelaki seumuran berkeluh kesah disamping kuburan nenek tua,
Merindukan dan mulai mencintai gadis bisu itu,
Berharap mendengar suara langkah sepatu kayu,
Melamun dengan wajah tertegun lesu;
Docile berlari tak terkendali menuju pondok,
Tergopoh-gopoh seperti menghindari rampok,
Bertemu lelaki seumuran, hendak bertabrakan,
Gadis itu menangis tak tertahankan,
Tindak pemerkosaan oleh sang ayah, perlahan ia ceritakan;
Kekejaman, kebutaan hati, ketamakan, disebabkan oleh minuman,
Nafsu tidak terkendali, naluri tidak dapat dihindari,
Melahap segala yang tersedia di sekitarnya,
Docile, gadis bisu, sendiri kesepian, hanya pasrah menjadi korban,
Sesuai nama Docile, diam dan mudah dikendalikan,
Ayahnya memanfaatkan setiap kesempatan;
Tak kuasa menahan penderitaan dari ayah tak berotak,
Gadis bisu mulai berusaha berontak,
Dengan pisau sayur-mayurnya, Docile menerkam sang ayah,
Mencacah tanpa ampun daging segar berlumuran darah,
Mengolahnya menjadi masakan bercita rasa daging manusia,
Menjualnya murah kepada pelanggan setia;
Bangkai tidak dapat disembunyikan selamanya,
Lama kelamaan, bau busuk akan tercium juga,
Docile melarikan diri dari amukan massa,
Langkah kaki menuntunnya menuju pondok
Kediaman lelaki seumuran dan nenek tua;
Lelaki seumuran mengajaknya menuju tempat baru,
Membangun kehidupan tenang, jauh dari masa lalu,
Melupakan semua kenangan pahit dahulu;
Docile sangat menikmati kebersamaan bersama lelaki seumuran,
Membuka sebuah usaha tempat makan,
Menciptakan berbagai kreasi masakan;
Gadis bisu itu tak kunjung mendapatkan momongan,
Meski sudah sepuluh tahun usia pernikahan,
Kekecewaannya semakin bertambah oleh perselingkuhan,
Lelaki seumuran didapatinya sedang bermesraan
Bersama seorang pegawai tempat makan milik gadis bisu,
Kenangan pahit masa lalu mulai menaungi pikiran,
Docile mengambil pisau sayur-mayurnya dan sekuat tenaga menyerang,
Menerkam dua sosok makhluk tak berperasaan,
Cicangan daging yang sudah lama tak pernah Docile olah,
Tidak tertinggal pula segarnya kucuran darah,
Memadupadankan bumbu sesuai cita rasa,
Kemudian menjualnya murah kepada pelanggan setia;
Docile, sang koki bisu, tersenyum,
Memperhatikan mereka melahap daging manusia,
Kepuasan tak terperi dalam hati,
Menertawakan nasib yang sekarang dia caci;
Sirna segala harapan,
Musnah semua mimpi dan kebahagiaan,
Docile, sang koki bisu, tak bernyawa,
Tertancap pisau sayur-mayur di dadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar