Kamis, 30 September 2010

Solid, Olrait, Sombong KKNM Kertasari 2010 (Part 3)

Saya bangun pukul 04.00 WIB di hari ketujuh (07/07), hari piket saya bersama Cucu, C’bows, Asep, Thorry dan Ryan. Saya bergegas mandi, mencuci pakaian, dan kemudian shalat subuh. Setelah merapikan diri, Cucu dan C’bows pun dibangunkan, kemudian saya menuju kamar atas untuk membangunkan tiga anggota lainnya sambil menjemur pakaian yang tadi saya cuci. Hari pertama piket, saya ingin membuat masakan yang sederhana dan mengenyangkan, masakan yang sering saya buat bersama teman-teman sepermainan di rumah, bakso aci. Saya menguleni adonan hingga siap untuk dibentuk. Seni membuat bakso aci yang paling menonjol adalah kebersamaan ketika proses pembentukan. Adonan yang dibuat cukup banyak, tidak semuanya dijadikan sayur. Sebagian adonan dimanfaatkan oleh Ruddy, Opik dan para pria lainnya untuk berkreasi membuat cireng beraneka rupa. Bentuk cangkir, peluit, kue tambang, hingga feses unyu ( lucu) pun siap untuk digoreng. Sayur bakso aci dihidangkan bersama tahu goreng dan saos sambal sebagai menu brunch.

Setelah perut kenyang, kondisi ruangan di rumah sudah disapu dan dipel, piring sudah dicuci, dan penampilan sudah rapi, kami bersiap untuk menghadapi kesibukkan di hari Rabu yang spesial bagi PJ Seni dan Budaya. Hari itu bertepatan dengan Rajaban, Anggra mengusulkan mengadakan lomba-lomba keagamaan. Hadiah-hadiah bagi para peserta dan pemenang sudah dipersiapkan dari hari keempat kami disana. Lomba-lombanya pun sudah dikonsep sedemikian rupa dari jauh-jauh hari. Siang itu kami berangkat menuju mesjid di dekat rumah Pak Kuwu dengan didahului ‘tos olrait’ untuk pertama kalinya atas inspirasi dari Asni.Sebagian dari kami mempersiapkan ruangan dan properties yang akan digunakan untuk lomba, dan sebagian lagi menunggu waktu pelaksanaan lomba di rumah lain milik keluarga Pak Kuwu. Warga di Desa Kertasari sangat ramah kepada kami. Berbagai suguhan tidak sungkan-sungkan mereka keluarkan, dan kami pun tidak malu-malu untuk segera menghabiskan suguhan tersebut. Begitulah kami, para pemusnah makanan. Dimana pun kami singgah, makanan dengan cepat ludes tak bersisa.

Acara Seni dan Budaya terbilang sangat sukses. Para warga (khususnya anak-anak) sangat antusias untuk turut serta memeriahkan setiap lomba seperti kaligrafi, adzan, dan membaca Al-Quran dengan nada-nada elok. Tidak hanya warga dusun Leuwipicung, warga (anak-anak) dari dusun Sirnagalih pun ikut ambil bagian. Walau lelah, namun kami merasa sangat puas dan berbangga atas hasil kerja keras anggota yang dipimpin oleh Anggra. Tidak salah kami memilih dia sebagai PJ Seni dan Budaya. Kami pulang dengan badan lemas namun hati senang. Tim piket RATU (Rabu-Sabtu) kembali mempersiapkan bahan-bahan masakan untuk hidangan makan malam.

Pukul 08.00 sebagian dari kami pergi mengunjungi rumah Pak Oneng. Beliau adalah orang yang cukup berpengaruh di SDN Leuwipicung. Saya dan Ryan berbincang sekaligus meminta ijin untuk ikut mengajar, tidak lupa Nadya dan C’bows dari tim kesehatan juga meminta ijin untuk mengadakan sanitasi kesehatan di SDN tersebut. Seperti Perangkat Kecamatan, Staf SMPN Satu Atap 5 Cipatujah, dan Perangkat Desa, Pak Oneng pun menyambut baik niat kami.

Keesokan harinya (08/07), tim kesehatan bekerjasama dengan ibu bidan dusun Leuwipicung, yang kebetulan akan melaksanakan imunisasi, membuat acara penyuluhan imunisasi yang diselenggarakan di rumah ibu bidan. Dalam kegiatan itu, hanya tim kesehatan (Nadya, Asni, Nemo, Ira, C’bows, dan Hellen) -yang dibantu oleh Bunga sebagai MC- saja yang ambil bagian. Sisa anggota beristirahat di rumah. Kebetulan hari kamis itu saya sudah memiliki janji dengan Pak Oneng di SDN Leuwipicung untuk membicarakan kegiatan belajar-mengajar tim KKNM di SD. Walau janji bertemu pukul 10.00, saya sudah mandi dan rapi beberapa jam sebelumnya. Daripada tidak melakukan apapun di rumah, saya memutuskan untuk pergi bersama tim kesehatan dan Bunga ke rumah ibu bidan.

Kinerja Tim Kesehatan membantu ibu Bidan pada hari itu sungguh tampak cekatan. Nadya sebagai gegeduk kesehatan dengan telaten mencatat setiap informasi tentang ibu dan anak di bagian pendaftaran, Asni dan Nemo membantu ibu dan bayi memeriksa perkembangan Berat Badan dan Tinggi badan mereka, khususnya para bayi dan balita. Anggota lainnya (Ira, Hellen, C’bows) membantu ibu bidan memeriksa ibu hamil dan memberikan imunisasi kepada para malaikat kecil berwajah innocent. Daripada hanya duduk dan memperhatikan saja, saya meminta ijin kepada tim kesehatan untuk menjadi pubdok (publikasi dan dokumentasi) pada kegiatan tersebut. Ketika Nadya ingin memulai penyuluhan, suasana pada saat itu tidak terkendali sekali. Ibu-ibu sedang sibuk mengurus arisan yang digelar bersamaan dengan selesainya imunisasi.

Saya dan bunga pamit terlebih dahulu karena kami harus bertemu dengan Pak Oneng di SDN Leuwipicung untuk membicarakan lebih lanjut program KKNM bidang pendidikan disana. Kondisi SDN Leuwipicung terbilang cukum mengkhawatirkan. Ada 5 kelas disana, satu kelas dipakai secara bergiliran oleh murid-murid kelas 1 dan 2, satu kelas disampingnya khusus dipakai untuk kelas 3. Suasana kedua kelas tersebut menurut saya sangat tidak kondusif untuk belajar. Ruangan kelas 4, 5, dan 6 seperti baru direnovasi. Ketiga ruangan tersebut jauh lebih bagus dibandingkan semua ruangan di SDN itu. Ada sebuah ruangan kosong, pak Oneng berkata bahwa dulu ruangan itu digunakan sebagai ruang kesehatan. Sayangnya, gempa besar yang melanda kota Tasik dan sekitarnya membuat sebagian besar ruangan tersebut rusak parah dan tidak layak untuk dipakai lagi. Sebuah perpustakaan kecil yang ada di SDN Leuwipicung memiliki koleksi buku dan alat peraga pembelajaran yang cukup komplit, mungkin perlu sedikit penataan sehingga bisa membuat murid-murid betah berlama-lama disana. Jenis tanah disana adalah termasuk tanah merah yang kurang ditumbuhi rerumputan yang apabila diguyur oleh hujan, maka tanah tersebut akan sangat becek. Pak Oneng pun berkata kalau di SDN Leuwipicung jarang mengadakan upacara bendera ketika musim hujan. Selain melakukan survey, saya dan bunga juga melihat jadwal pelajaran yang sudah diatur kurikulum sekolah sekaligus meminta modul setiap mata pelajaran yang akan kami ajarkan selama program pendidikan di SDN Leuwipicung.
Di hari ke sembilan, tim kesehatan melanjutkan penyuluhan ke Sirnagalih. Hanya beberapa orang yang pergi, sisa anggota yang ada di rumah tidak melakukan kegiatan berdasarkan program. Kami bercengkrama, becanda, beres-beres rumah, nonton, makan dan tidur, itulah kegiatan rutin yang sering kami lakukan di rumah. 

Esoknya, ada undangan yang diberikan oleh Punduh Sirnagalih. Beliau meminta kami untuk datang ke Madrasah disana dalam rangka perpisahan anak didik madrasah tersebut. Kelompok dibagi menjadi 2. Kelompok satu yang terdiri dari Badi, Nemo, Cucu, Mei, Anggra, Opik, Ryan dan Nadya ditugaskan untuk berbelanja barang-barang kebutuhan kami, terutama konsumsi ke Tasik kota. Duabelas lainnya mempersiapkan diri untuk perjalanan menuju Sirnagalih nanti siang. Sangat luar biasa, saya pikir medan yang harus kami tempuh untuk sampai ke dusun Sirnagalih tidak akan sehebat ini. Jalanan yang penuh dengan rintangan, becek, banyak turunan dan tanjakan, dan masih banyak lagi kejutan yang kami temukan selama perjalanan. Saya sempat menyerah dan hampir tumbang ketika kami menaiki bukit curam, namun ketika sampai puncak, rasa lelah sedikit terobati oleh panorama yang jarang saya lihat di daerah perkotaan. Bentangan sawah dan udara yang cerah membuat semangat saya kembali lagi. Perjalanan panjang tersebut lebih berkesan bagi saya karena dalam perjalanan itu, kacamata saya rusak dan penglihatan saya buram selama sisa waktu KKNM di kertasari, tanpa kacamata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar