Kamis, 25 Agustus 2011

Sebut saja Lembar Persembahan (Bagian 1)

Sebelum menyebutkan orang-orang yang memiliki peran besar sehingga saya bisa mendapatkan gelar Sarjana Sastra, saya mau sedikit berbagi informasi (atau mungkin bisa dibilang curhat).

Sampai sekarang saya masih tidak menyangka bahwa saya bisa menyelesaikan studi di Sastra Inggris Universitas Padjadjaran tepat waktu. Alasannya hanya satu, karena saya adalah mahasiswa Sastra Inggris pengutamaan sastra. Dari mulai saya menjadi mahasiswa tingkat 1, sudah banyak ‘katanya’ yang saya dengar dari para senior di kampus. Salah satu ‘katanya’ yang paling tersohor di setiap angkatan adalah “Jangan pilih pengutamaan sastra, katanya dosen-dosennya suka ‘membantai’ terus mahasiswa-mahasiswa di pengutamaan sastra lulusnya lama.”

Dari ‘katanya’ tersebut, saya (yang pada saat itu adalah seorang mahasiswa baru yang menganggap senior sebagai orang-orang yang lebih berpengalaman (dan keren (serta pintar))) tentu saja memercayai mereka dan mencap pengutamaan sastra sebagai hal yang menyeramkan. Pada saat itu saya beranggapan bahwa betapa hebat, berani, kuat, dan pintarnya senior-senior saya yang memutuskan untuk memilih pengutamaan sastra dan berhadapan dengan dosen-dosen yang suka membantai itu.

Selama proses pembelajaran (dari semester 1 sampai semester 4), saya memutuskan untuk menjadi mahasiswa yang mencari aman dengan cara selalu berada di barisan suara terbanyak. Misalnya, kalau kebanyakan teman saya pilih A, maka saya pun turut memilih A. Akan tetapi, ketika memasuki semester 5, saya meragukan keputusan yang saya buat sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh metode belajar-mengajar yang jauh berbeda yang saya terima di beberapa mata kuliah yang saya ambil pada waktu itu. Di semester 5 dan semester 6, banyak sekali ujaran “Ooooohhh gituu!” dan “Oh iya, ya!” di beberapa mata kuliah tersebut.

Singkat cerita, saya akhirnya berhadapan dengan semester 7. Memasuki tingkat 4, saya dan teman-teman wajib memilih pengutamaan. Pilihannya hanya ada dua, pengutamaan Sastra atau pengutamaan Linguistik. Saya pun memilih pengutamaan sastra. Sampai sekarang, saya tidak tahu alasan memilih pengutamaan ini. Apabila mengacu pada anggapan saya sebelumnya terhadap para senior yang masuk pengutamaan sastra, dapat dikatakan bahwa saya bukan orang hebat, saya sangat penakut, tentu saja saya juga tidak termasuk orang yang kuat, dan saya tidak pandai atau pintar (karena salah satu orang berpengaruh di kampus juga bilang “you are hardly intelligent”). Jadi, saya tidak punya bekal apa-apa ketika memilih pengutamaan sastra. Beberapa teman memilih pengutamaannya masing-masing dengan barbagai alasan, misalnya mereka ingin cari aman, karena ingin lulus cepat, atau karena tidak ingin bertemu lagi dengan dosen tertentu. Kalau saya, saya sekadar ingin memilihnya saja.

Pada awalnya, saya merasa takut dan ingin sekali mundur karena saya tidak memiliki alat tempur apapun untuk menghadapi para dosen yang ‘katanya’ suka membantai. Namun, semakin sering masuk ke kelas sastra, saya menyadari bahwa banyak sekali hal yang belum saya ketahui dan juga banyak sekali hal penting yang saya abaikan di masa sebelumnya. Oleh sebab itu, makin banyak ujaran “Ooooohhh gitu!” dan “Oh iya, ya!” yang keluar. Mengenai masalah bantai-membantai, saya rasa maksud para senior dari ‘dosen-dosennya suka membantai’ di sini adalah para dosen pengutamaan sastra selalu memberikan banyak sekali bahan bacaan serta tugas membuat tulisan atau esai. Tidak ada soal pilihan ganda atau jawaban singkat di semua UTS dan UAS mata kuliah pengutamaan sastra. Di pengutamaan sastra, mahasiswanya dituntut untuk rajin membaca dan menulis kalau mereka ingin keluar hidup-hidup (atau keluar kelas dengan nilai memuaskan). Tidak baca + tidak menulis = mendapat nilai kecil.

Saya sudah bicara terlalu banyak. Sebaiknya saya mulai menulis kesimpulan informasi (atau curhat) ini dan memulai menulis daftar orang-orang yang saya janjikan sebelumnya. Jadi, bagi siapa saja yang membaca tulisan ini (khususnya) teman-teman angkatan 2008, 2009, 2010, 2011, dan seterusnya, kalian boleh saja mendengar ‘katanya’ yang sudah melegenda tersebut, tapi janganlah langsung memercayainya. Pertama, tanyakan dulu berapa IPK senior kalian yang menyebutkan ‘katanya’ tersebut, terus tanya juga apa pengutamaan yang dia ambil beserta alasannya dan jangan lupa, tanya juga dia angkatan berapa. Saya, yang juga merupakan senior angkatan 2007 lulus dengan IPK terakhir 3,10 dan mengambil pengutamaan sastra, ingin bilang bahwa ‘katanya’ tersebut tidak boleh kalian percayai. Selama belajar di kelas-kelas pengutamaan sastra, kami diajarkan untuk menjadi berani (mengeluarkan pendapat), kuat (menghadapi sepetan atau sindiran para dosen),dan rajin (membaca dan membuat tulisan), sehingga kalau sudah waktunya menghadapi dunia kerja, kita sudah memiliki senjata untuk melawan para pembantai yang sebenarnya. *agak lebai memang, tapi…sudahlah*

Satu paragraf terakhir ya! Janji! Menurut saya, lulus cepat tidak tergantung pada pengutamaan yang dipilih atau kepintaran yang dimiliki, tetapi hanya tergantung pada sifat rajin saja. Rajin kuliah, rajin baca, rajin nulis, dan rajin bimbingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar