Minggu, 02 Januari 2011

Surat untuk Sahabat Pena

Senin, 03 Januari 2011: 01.38 WIB

Ketika kamu sedang terlena di alam mimpi, aku justru tak bisa memejamkan mata malam ini. Daripada aku menghabiskan waktu percuma, aku memilih untuk memberanikan diri menulis surat ini untuk kamu.

Sedikit bernostalgia, kita saling kenal secara tidak langsung ketika kita sama-sama duduk di bangku SMP. Kamu yang dikenal sebagai siswa yang pintar, aktif, cerdas, dan dikagumi oleh beberapa teman perempuanmu. Sedangkan aku waktu itu hanya menjadi seorang siswi aktif yang cuma jago kandang. Kelas 2, kita dipertemukan di salah satu kelas favorit, dan hubungan kita jauh lebih akrab daripada sebelumnya. Banyak sekali kejadian yang membuat tawa kita lepas setiap harinya. Aku ingat, waktu itu semua orang seumuran kita sedang tergila-gila dengan sosok F4 yang pada saat itu tengah menjadi idola. Tapi, apa kamu tahu kalau kamu dan ketiga temanmu adalah orang-orang yang lebih aku idolakan dari F4. Aku tidak munafik, waktu itu aku juga membeli kaset asli F4, tapi aku lebih senang mendengarkan celotehan kalian daripada memutar lagu-lagu mereka. Menginjak kelas 3, kita tidak lagi sekelas. Hal itu membuat kita jarang bercanda dan berkomunikasi. Mungkin kita hanya bertegur sapa ketika kamu meminjam LKS aku untuk dicontek.  Dari kebiasaan itu, aku berinisiatif untuk menaruh beberapa lembar kertas kecil yang aku isi dengan curhatanku di dalam plastik sampul LKS yang selalu kamu pinjam. Aku berharap, kamu membaca keluh kesahku. Tidak disangka, aku menemukan beberapa kertas asing dalam LKS itu keesokan harinya. Senang sekali karena kamu membalas semua curhatanku. Komunikasi kita terus berlanjut melalui kertas yang diselipkan di LKS. Setiap hari ada saja cerita berbeda yang kita utarakan, sehingga aku bisa mengenalmu lebih jauh. Kegiatan tersebut berakhir ketika kamu menjalin hubungan dengan teman sekelasmu. Entah kenapa, aku sangat kecewa. Tetapi aku hanya bisa pasrah saat itu.

Setelah lulus SMP, aku melanjutkan sekolahku di daerah yang cukup jauh dari rumah dan tentu saja jauh dari kamu juga. Aku perlahan-lahan mencoba melupakan keintiman kita menjadi sahabat pena. Hingga suatu hari di pertengahan semester 2 kamu menghubungiku kembali. Aku tahu kabar perpisahanmu dengan perempuan itu beberapa hari setelah kita menjalin komunikasi. Aku lega, dan mulai berharap aku bisa jadi pengganti dia. Hampir dua tahun kita menjalin hubungan tanpa status. Walau tidak menggunakan media kertas, kita bisa lebih sering berinteraksi melalui telepon genggam. Kamu tidak juga meresmikan hubungan kita. Kamu malah bercerita tentang keseruan teman-teman kelasmu disana, termasuk kegilaan S, teman perempuanmu yang aku kenal yang kadang kamu ceritakan kegilaan-kegilaan yang kalian lakukan. Aku mulai merasa tidak enak hati. Firasatku berbisik, peristiwa dulu akan terulang lagi. Tidak lama setelah aku berpikir begitu, hal itu terbukti. Setelah aku coba pancing, akhirnya kamu mengaku bahwa kamu telah berpacaran dengan S. Aku hanya bisa pasrah (kembali). Dan agar kamu tidak merasa kasihan, aku mengaku bahwa aku juga sudah punya pacar. Di tempatku bersekolah, aku punya teman pria, dia sangat baik, tapi aku mengecewakannya ketika aku menolak ajakannya untuk berpacaran hanya karena aku optimis bahwa kamu akan meminta aku jadi pacar kamu. Akhirnya, aku minta temanku itu untuk berpura-pura menjadi pacarku. Karena kebaikannya, dia bersedia. Kita pun akhirnya saling bercerita tentang pacar masing-masing.

Kamu pernah bilang bahwa aku adalah seorang perempuan yang polos, pemalu, dan tidak bisa marah. Ya, itu benar. Walaupun aku berusaha untuk menganggap hubungan kamu dan S adalah kebahagiaan bagi sahabat penamu ini, tapi aku tetap sakit hati. Apalagi ketika kamu meminta aku untuk memilihkan hadiah ulangtahun untuk pacarmu. Aku ingin marah sebenarnya, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Karena aku terlanjur luluh dan diperbudak oleh persahabatan kita. Saat itu aku hanya yakin bahwa karma itu ada.

Di awal perkuliahan, aku benar-benar sudah lupa akan kenangan kita. Aku punya dunia baru yang bisa menghiburku dari keterpurukan. Setelah aku mulai menikmati hari tanpamu, kamu datang kembali, membuka luka lama. Aku mendengar bahwa kamu telah dikhianati, S meninggalkanmu dengan pria lain di kampusnya. Aku sudah terlanjur kecewa dan tidak ingin merasakan sakit untuk ketiga kalinya. Oleh karena itu aku memutuskan untuk mengakhiri persahabatan kita pada waktu itu. Kita hanya teman biasa sekarang.

Mungkin setelah membaca surat ini, kamu bisa merasakan kemarahanku yang selama ini kamu penasaran ingin melihatnya. Kamu pasti tahu bahwa aku tidak tega walau untuk kesal dan cemberut sama kamu.

Terima kasih karena kamu pernah menjadi Sahabat penaku, sekaligus cinta pertamaku.

Your ex-penpal,


Widi Zakiyatin Nupus

P.S.: aku sudah membuang kaset F4 yang aku punya, begitu pula kertas-kertas dan kenangan kita.

1 komentar:

  1. Asik Juga Nih Ceritanya....
    Kita Kayak Lagi di Tahun 90an... Jamannya LKS-LKS an...
    ada juga tuh sahabat Pena yang biasanya terpasang sampul belakang LKS... Mungkin Bisa share juga cerita Sahabat Pena Sampul Belakang LKS... :D

    BalasHapus